Di Indonesia kita mengenal beberapa penanggalan. Mulai dari penanggalan kuno hingga penanggalan yang kita gunakan saat ini. Di negeri kita ada namanya tanggalan Jawa, tanggalan hijriah, dan tanggalan masehi. Masyarakat kini dari seluruh dunia menggunakan kalender masehi karena dianggap sebagai kalender internasional, termasuk negara kita tercinta, Indonesia juga menggunakan penanggalan masehi. Namun bukan berarti kalender jawa dan hijriah telah ditinggalkan. Kalender jawa dan kalender hijriah masih digunakan yakni dengan berdampingan dengan kalender masehi.
Apabila anda melihat kalender di rumah, anda akan melihat tiga bentuk penanggalan disana. Pertama, ada berupa angka numerik, yakni menandakan kalender masehi. Kedua, angka numerik dalam bahasa arab, yakni menandakan penanggalan hijriah. Dan terakhir, penulisan hari pasar (pon – wage – kliwon – legi – pahing), yakni menunjukan bahwa itu penggalan dari kalender jawa. Namun sebenarnya tidak semua kalender, berisikan tiga macam penanggalan. Kalender itu jenisnya macam-macam. Terkadang, dalam sebuah kalender hanya ada satu jenis penanggalan. Ada yang menggunakan dua penanggalan dan ada yang hingga ketiga-tiganya.
Sejarah Tanggalan Jawa
Pada tahun 1625 Masehi, penanggalan jawa mulai digunakan di daerah pulau Jawa. Sebelum kalender jawa masuk, orang-orang di pulau Jawa lebih dulu mengenal penanggalan saka. Penanggalan dari kalender saka ini didasarkan pada perhitungan bulan dan matahari. Asal dari kalender saka sendiri yakni dari India. Ketika jaman kerajaan mataram di saat Sultan Agung memerintah, beliau berniat menggunakan penanggalan kalender hijriah. Namun tanpa menghilangkan penanggalan yang telah ada sebelumnya. Adaptasi semacam ini dibutuhkan untuk menjaga kepentingan lokal. Di saat kalender hijriah memiliki tujuh hari, kalender jawa memiliki lima hari dalam penanggalannya.
Kemudian tepat pada tahun 1633 Masehi, Sultan Agung secara resmi menggunakan penanggalan dari kalender jawa. Di dalam penanggalan jawa, satuan tahun bukanlah jangka terlama dalam skala perhitungan. Masih ada skala melebihi tahun yakni, lambang dan windu. Keduanya memiliki skala delapan tahun. Namun lambang hanya terbagi menjadi dua bagian, yakni langkir (8 tahun) dan kulawu (tahun). Sedangkan untuk windu, satuan ini terbagi menjadi empat bagian, yakni Adi (8 tahun), Kuntara (8 tahun), Sengara (8 tahun), dan Sancaya (8 tahun). Siklus lambang adalah 16 tahun dan untuk windu, siklus totalnya adalah 32 tahun.
Di dalam tanggalan jawa, satuan tahun juga memiliki pembagian tersendiri. Umur dari tiap tahun pun berbeda. Ada 8 macam tahun di dalam penanggalan jawa, yakni Alip (354 hari), Ehe (355 hari), Jimawal (354 hari), Je (355 hari), Dal (354 hari), Be (354 hari), Wawu (354 hari), dan Jumakir (355 hari). Kemudian untuk satuan bulan, kalender jawa memiliki 12 macam bulan, sama dengan kalender masehi dan kalender hijriah. mereka adalah Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadil awal, Jumadil akhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Syawal, Sela, Besar.
sumber: https://hariliburnasional.com